LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) MERUPAKAN ALAT KONTROL PEMBANGUNAN YANG DIMILIKI MASYARAKAT
Ada banyak negara di dunia yang memberlakukan system Demokrasi dalam kepemimpinan Pemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NonGovernment Organisation (NGO) merupakan lembaga yang penting dalam suatu negara, karena berperan untuk turut mengawasi, mengontrol, memberi masukan atas jalannya implementasi Pembangunan di suatu negara.
LSM/NGO, memang tidak memliki ototritas atau kewenangan seperti yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan dalam pemerintahan seperti Legislatif, Eksekutif maupun Lembaga Yudikatif serta organ politik lainnya. Walaupun demikian setiap LSM/NGO lahir dengan mandatnya masing-masing sesuai bidang tugas organisasi tersebut. Banyak LSM/NGO dimanapun di dunia ini sering kali nampak tidak sejalan dengan Pemerintah karena memang fungsinya mengkritisi dan memberi saran kepada pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan demi kemajuan Pembangunan.
Memang dibeberapa Negara yang menganut sistim pemerintahan komunis dalam menjalankan pemerintahan dan kepemimpin Diktator, LSM/ NGO sama sakali tidak mendapat tempat artinya dilarang oleh Pemerintah. Karena dikuatirkan akan mengganggu kestabilan keamanan, politik serta Ideologi negara. Kalaupun di ijinkan maka syarat-syarat yang diberlakukan dalam pemberian ijin kepada LSM/NGO sangat ketat atau cukup berat.
Indonesia merupakan sebuah negara yang mengakui dirinya sebagai negara demokrasi yang tentu memegang serta mengindahkan prinsip-pronsip demokrasi. Walaupun demikian kecurigaan terhadap LSM/NGO selalu muncul karena alasan keamanan dan kestabilan politik negara atau berbagai alasan lainya.
Alasan-alasan ini memang perlu menjadi perhatian, karena LSM atau NGO disebut secara terang-terangan sebagai antek-antek Asing yang mengadu domba Indonesia oleh Presiden Prabowo[1].
Pada tahun 2021, Luhut Binsar Panjaitan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi menyatakan bahwa akan mengaudit seluruh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia, karena menyebarkan informasi tidak benar[2].
Pemerintah atau pejabat politk boleh saja dan tentu mempunyai kewenangan berdasarkan undang-undang demi keamanan dan kestabilan serta kemajuan negara. Tetapi, pemerintah atau siapapun perlu menyadari bahwa kehadiran LSM adalah bagain penting dalam proses pembangunan suatu bangsa, LSM/NGO merupakan mitra strategis pemerintah yang posisinya penting ditengah masyarakat, karena fungsi penguatan kepada masyarakat dibidang sosial, politik dan ekonomi serta perlindungan hak asasi manusia tidak dapat dijalankan sendiri dan sepenuhnya oleh pemerintah pada sisi inilah LSM/NGO diperlukan. LSM/NGO bukan Lembaga yang memusihi pemerintah tetapi LSM bertugas mengkritisi tugas-tugas pemerintah yang tidak menjalankan tugasnyanya sesuai undang-undang serta peraturan yang berlaku.
Pernyataan yang disampaikan Luhut Binsar Panjaitan dan Presiden Prabowo tentang LSM/NGO, mungkin ada benarnya, tetapi sikap dan tindakan ini juga berarti pemerintah sedang berupaya membungkam LSM/NGO di Indonesia agar tidak menyuarakan atau mengkritik Pemerintah dan para politisi berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas negara dan kepemilikan saham serta perusahan pertambangan. Adapun kritik yang disampaikan LSM/NGO tentang kebijakan pembangunan yang tidak berpihak dan merugikan rakyat. Contoh yang paling nyata terjadi penolakan Masyarakat terhadap Undang-Undang No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Mahasiswa, Masyarakat dan Aktivis dari berbagai LSM/NGO menentang keras undang-undang tersebut karena dipandang hanya akan mensejahterahkan pengusaha dan pengusaha atau pemilik modal. Sedangkan pihak tenaga kerja mengalami diskriminasi dan penindasan.
Dibalik banyaknya aksi penolakan yang dilakukan oleh rakyat atas Pembangunan yang tidak berpihak kepada rakyat, Pemerintah tetap melakukan aksinya tanpa memperhatikan, mempertimbangan hati dan teriakan rakyatnya. Contoh yang paling nyata saat ini, melalui Proyek Strategis Nasional (PSN), yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029, yang ditetapkan Presiden Prabowo pada 10 Februari 2025.[3]
Berhektar-hektar hutan Adat di Kalimantan, Papua serta beberpa provinsi lainnya menjadi hancur. Masyarakat Adat kehilangan tempat tinggal dan lahan penghidupan. Jika hutan menjadi rusak dan hancur, sudah tentu akan berujung pada kehancuran ekosistem, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya yang telah mendiami wilayah tersebut turun temurun atau sejak nene moyang. Ketika hutan Adat dihancurkan maka itu bagain dari kejahatan terhadap lingkungan yang kemudian menjadi mata rantai dimana terjadi pemusnahan hutan dan isinya, budaya dan manusianya selaku pemilik hak ulayat. Negara melalui kebijakan PSN di wilayah Kalimantan, terkhusus Papua telah membawah kepada suatu Tindakan kekerasaan baru yang terstruktur dan sistimastis untuk menghancurkan Masyarakat adat Papua melalui pendekatan EKOSIDA pada proyek PSN di Merauke. Untuk menuntut hak-haknya sebagai Masyarakat adat, mereka membutuhkan pendampingan yang konsisten dari LSM/NGO yang bergerak untuk berbagai isu kemanusian, hukum, dan HAM.
Kehadiran LSM juga bertugas mengadvokasi Masyarakat akibat kebijakan-kebijakan Pembangunan dan politik, agar pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia dapat ditekan, sebab tanpa control yang dilakukan LSM dan Masyarakat pemerintah dapat menggunakan kekuasaannya untuk bertindak sewenang-wenang ( Ebuse of Power).
Kondisi di Tanah Papua saat ini, banyak LSM sudah hampir habis daya dan upayanya dalam menjalankan advokasi dibidang lingkungan hidup dan hak asasi manusia, konflik kekerasan bersenjata anatara TPN-PB dan TNI-POLRI terus berjalan, korban terus berjatuhan dikedua belah pihak termasuk korban Masyarakat sipil. Pasukan terus di mobilisasi ke Papua, bukannya keamanan tercipta tetapi justru sebaliknya terjadi rasa tidak aman mengakibatkan pengungsian Masyarakat dari kampung-kampung.
Dalam kaitan dengan operasi keamanan yang terus dilakukan, sudah saatnya pemerintah membuka diri dan mengakui latar belakang dan tujuan operasi yang sudah berlangsung lama di Tanah Papua, apakah murni karena aspek poltik dan keamanan untuk sebuah perubahan di masyarakat atau sebenarnya operasi kemanan ini didorong oleh kepentingan ekonomi. Dalam monitoring Elsham mencatat bahwa di semua wilayah di Tanah Papua yang isu keamanannya tinggi serta terus terjadi konflik kekerasan bersenjata, di wilayah-wialayah tersebut terdapat kandungan emas serta sumber daya alam lainnya yang bernilai ekonomi tinggi. Contoh seperti di Kabupaten Intan jaya, adanya tambang emas Blok Wabu serta di wilayah pegunungan lainnya dari Pengunugan Tengah sampai ke wilayah Kepala Burung Papua[4]
Mengapa kami meminta pemerintah perlu jujur serta perlu adanya pertanggung jawaban negara. Karena dalam pelaksanaan operasi yang bertajuk keamanan dan perlindungan rakyat selama ini, Papua saat ini seakan-akan telah menjadi medan pertempuran dan pembantaian manusia. Seharusnya hal ini menjadi keprihatinan pemerintah secara serius bahkan bisa dikatakan wilayah pegunungan Papua telah terjadi darurat kemnanusiaan (Darurat Sipil ). hal itu dapat dilihat dari intensistas tingginya operasi militer, jumlah pasukan keamanan yang terus meningkat serta korban akibat konflik kekerasan bersenjata.
Sepanjang tahun 2024 Elsham Papua mencatat Data Korban Kekerasan Sipil Politik terus meningkat. Data tersebut dapat dilihat dalam infografis Elsham Papua[5]. Sedangkan jumlah pasukan yang masuk ke Papua dalam catatan Elsham Papua diduga berjumlah 11.176 personil selama tahun 2024. [6] Oleh karena itu dengan fakta-fakta yang terjadi dilapagan, ditengah masyarakat, kami LSM /NGO boleh saja dikritik dan dilebeli dengan stiqma apapun tetapi kami akan tetap berdiri dan berjuang bersama dengan rakyat yang suaranya tidak didengar dan tertindas serta tetap dengan gigih memperjuangkan Hak Asasi Manusia yang melekat pada setiap manusia yang telah menjadi korban.
Sumber :
[4] Peta Pertambangan dan Energi
[5] Elsham Papua/data kekerasan
[6] Elsham Papua/Droping Pasukan