Elsham Papua Monitor (18/2/2025) – Ribuan pelajar, di sejumlah kota di tanah Papua, menuntut pendidikan gratis yang bermutu bagi pelajar dan menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui demonstrasi damai pada Senin (17/2/2025).
Para pelajar, yang tergabung di bawah Solidaritas Pelajar West Papua (SPWP), menuntut agar dana untuk program makan bergizi gratis dialihkan untuk memberikan pendidikan gratis bagi pelajar di tanah Papua.
Di Kota Jayapura, Para pelajar membawa spanduk bertuliskan berbagai tuntutan, antara lain “Kami Butuh Pendidikan, Bukan Makanan”, “Hentikan Militerisasi di Dunia Pendidikan”, dan “Makan Bergizi Gratis Bukan Solusi untuk Berdayakan Sumber Daya Manusia di Papua”.
Salah satu pelajar SMA YPPK Teruna Bakti, berinisial YW, yang ditemui saat aksi mengatakan harapannya agar aspirasi mereka didengar oleh pemerintah pusat.
“Kami harap seruan aksi menolak makan bergizi dapat diteruskan aspirasi kami ke kementerian (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi/Kemendikbudristek),” katanya.
Hal senada disamapikan pelajar SMA Negeri 7 Jayapura, FA. Ia mengatakan, kondisi pendidikan di Papua secara umum, masih jauh dari kata baik, apalagi secara mutu. Karena itu, menurutnya, pengalokasian anggaran seharusnya dilakukan untuk pendidikan, bukan makan bergizi gratis.
“Aksi kami ini tujuannya menolak makan gratis dan alihkan biaya makan gratis ke pendidikan gratis itu adalah tuntutan kami. Kami menolak makan gratis ini supaya biayanya tidak dibuang ke makanan gratis. Yang kami butuh adalah pendidikan gratis supaya membantu proses pembelajaran dan berkembangnya siswa di dunia pendidikan,” katanya, pada aksi yang dilakukan di Perumnas 3 Waena, Kota Jayapura, Papua, Senin.
FA menjelaskan, sasaran aksi mereka adalah mendatangi Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Papua di Dok 9 Jayapura untuk menyampaikan aspirasinya. Untuk itu, pihaknya telah memasukkan surat pemberitahuan tentang aksi tersebut kepada pihak polisi namun dibubarkan sebelum sampai di tempat tujuan.
“Dan aksi kami ini resmi bahwa kami sudah mengeluarkan surat melakukan aksi dan pengumpulan massa mulai dari jam 6 pagi sampai jam 8-9 pagi [waktu Papua],” ujarnya.
Ditahan
Aksi di Kabupaten dan Kota Jayapura dibubarkan polisi. Sebagian malah dibawa ke kantor polisi sebelum menyampaikan aspirasi mereka.
Di Kota Jayapura, sebanyak 16 pelajar, yang sudah berkumpul sejak pukul 7 pagi di Expo Waena, Distrik Heram, digiring ke kantor Polsek Heram. Mereka ditahan beberapa jam sebelum akhirnya dipulangkan.
Kapolsek Heram, AKP Bernadus Yusuf mengatakan pelarangan terhadap aksi pelajar tersebut dilakukan atas hasil pertemuan antara pemerintah dan pihak keamanan.
“Berdasarkan keputusan bersama pemerintah dan kepolisian tidak mengeluarkan izin. Ini kebijakan pimpinan kami. Harap anak-anak kita bisa aspirasi, silahkan menyampaikan lewat jalur yang benar. Mungkin bisa bersurat atau perwakilan komunitas masing-masing masyarakat atau pelajar datang ke pemerintah untuk menuliskan aspirasi tertulis,” kata Kapolsek Heram, yang ditemui di Perumnas 3 Waena.
Ia menjelaskan, alasan pembubaran demo pelajar adalah adanya kekhawatiran penyampaian aspirasi yang diboncengi pihak lain.
“Tidak melakukan orasi-orasi yang takutnya diboncengin orang-orang yang tidak sepaham atau bertentangan dengan negara,” kata Kapolsek Heram.
“Kami amankan, 16 orang salah satunya anak SMP. Kami bawa ke Polsek sekitar pukul sembilan. Setelah aksi ini saya langsung kembali ke kantor, kami juga menunggu guru-guru mereka,” kata Kapolsek Heram.
Bernadus mengatakan, untuk mengamankan aksi, pihaknya tergabung dengan personel gabungan dari Koramil 03/Jayapura, Polsek Heram, Polresta Kota Jayapura, dan Brimob Polda Papua.
Sementara itu, Staf LBH Papua, Emmanuel Komba, yang bertindak sebagai pendamping hukum bagi 16 pelajar yang ditahan mengatakan tindakan aparat kepolisian sangat berlebihan dan melanggar undang-undang konstitusi.
Aksi yang dilakukan para siswa merupakan wujud penyampaian aspirasi di muka umum yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
“Aksi tersebut dibungkam dengan alasan bahwa aksi tersebut tidak mendapatkan izin dari pihak Polresta dan Polda Papua,” kata Komba.
Dua dari 16 pelajar yang ditahan mengalami kekerasan yang menyebabkan luka di bagian kepala hingga berdarah.
Selain di Jayapura, demo tolak program MBG juga terjadi di daerah lain di tanah Papua seperti Wamena, Yalimo, Nabire, Timika, dan Dogiyai. (*)
Author : ELSHAM PAPUA MONITOR