Ancaman Kepunahan Nilai Hidup Orang Baliem

Sebuah perspektif menarik diungkapkan Pastor Frans Lieshout, OFM, dalam bukunya ” Kebudayaan Suku Hubula Lembah Balim – Papua ” ( 90 : 2019 ) yang menggambarkan nilai – nilai orang Baliem dalam kehidupan sehari-hari mulai terdegradasi sebagai dampak buruk dari pengaruh budaya luar yang masuk (perubahan jaman ).

Dalam bukunya Pastor Lieshout mengungkapkan keprihatinannya dengan sebuah peribahasa Balim : LEGET AWIT MISALAGA, SA NEN HOWALOGO BINANIGIN TA ? (pagar hidup kami sudah lapuk, siapa yang bisa membangun kembali). Pastor Frans Lieshout, mengharapkan, disinilah tugas panggilan gereja bersama umatnya untuk merajut kembali pagar yang mulai lapuk ini.

Pastor Frans Lieshout, mengkagumkan nilai hidup orang Balim sejak 56 tahun lalu begitu tertata baik, menjamin kehidupan yang harmonis, saling menghormati antar suku, klien dan konfederasi , manusia Balim yang perkasa, memiliki etos kerja kuat dan hidup makan dalam kebersamaan.

Tetapi dengan pengaruh perkembangan jaman, nilai-nilai dan tatanan kehidupan orang Balim mulai terancam punah. Disinilah Pastor Lieshout melihat, sedang terjadi degradasi nilai hidup orang Balim. Dia mencontohkan, etos kerja orang Balim mulai ditinggalkan. Masyarakat menggantungkan hidupnya pada bantuan pemerintah berupa dana kampung, dana respek dan bantuan beras miskin (raskin) dan bantuan-bantuan lainnya.

Manusia Balim hidup terlantar, malas mengurus kampung untuk tinggal menjaga dusun dikampung . Anak-anak muda aktif terjerumus dalam aktivitas kenakalan sosial, mabuk, aibon dan narkoba juga pergaulan bebas. Tidak bisa melanjutkan sekolah, apalagi aktif ke gereja saat ini sangat sulit ditemukan bagi kehidupan anak muda Balim.

Ini nilai kehidupan yang nampak dibaca secara kasat mata, tetapi kerusakan nilai moral jauh lebih bahaya. Nilai moral pada hakekatnya merupakan pagar hidup yang menjamin kehidupan setiap orang. Dengan dimiliki nilai moral yang kokoh dapat menjadi sabuk filter baik buruknya pengaruh luar yang dihadapi setiap orang.

Ada kecenderungan kuat nilai moral orang Balim mulai rapuh dari kebanyakan pengaruh luar. Tidak nampak tokoh – tokoh panutan yang bisa didengar dan dihormati setiap tindakan dan ucapannya. Diharapkan peran para kepala suku bisa menjaga lingkungan wilayah kekuasaannya, ternyata perilaku kepala sukupun sama rapuhnya, sehingga tidak bisa diharapkan melindungi dan mengawasi kehidupan yang teratur bagi rakyat.

Dengan mencermati kondisi nilai hidup orang Balim saat ini, Pastor Frans Lieshout menyarankan agar gereja bersama masyarakat untuk menggumuli keadaan baru ini agar bersama-sama menemukan solusi suatu tatanan hidup yang baru. Untuk itu munculkan seruan, kita harus kembali ke Honai. Marilah merajutkan kembali seperti Noken yang sudah rusak, demikian kutipan pesan Pastor Frans Lieshout, OFM.

Paskalis Kossay, S.Pd, MM
Penulis Mantan Anggota DPR RI dan DPR Papua

 

sumber : https://www.papuapos.com/opini/