[JAKARTA] Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto menegaskan amanat presiden (ampres) untuk membahas 14 Rancangan Undang-undang (RUU) Pembentukan Kabupaten/Kota dan RUU tentang Pembentukan Provinsi Tapanuli Selatan yang terbit pada 1 Februari 2008 lalu adalah kewajiban yang diperintahkan undang-undang (UU).
Ampres itu justru akan membuka ruang bagi pembahasan 15 RUU pembentukan daerah otonom baru yang diusulkan DPR tersebut. Dengan demikian, belum tentu semua usulan pemekaran DPR itu disetujui. Sebaliknya, bila usul inisiatif DPR itu tidak direspons dengan ampres, maka dalam waktu 60 hari RUU usul inisiatif DPR itu bisa berlaku.Penjelasan itu disampaikan Mardiyanto kepada wartawan di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (26/2), setelah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang pengelolaan haji yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Untuk memperkuat argumentasinya, Mardiyanto mengutip UU Nomor 10 tahun 2004 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan pasal 21 ayat (2) yang berbunyi, Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang-undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diterima.“Setelah ampres itu keluar, memang satu keharusan karena inisiatif diturunkan pada pemerintah. Nanti tunggu dalam jawaban atau pandangan pemerintah, saya sampaikan. Pemerintah bersama DPR akan bicara bersama-sama. Jadi, jangan menyikapinya sepotong-sepotong. Kalau sudah ada rapat, DPR mengirimkan kita harus aksi. Kalau inisiatif tidak ditindaklanjuti dalam waktu 60 hari, itu akan jadi UU,” kata Mendagri.Tidak DatangPembahasan 15 RUU pembentukan daerah otonom baru seharusnya dilakukan pada Senin (25/2), tetapi batal dilakukan karena Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak datang. Jawaban pemerintah atas ke-15 RUU pembentukan daerah otonom baru itu akan dijadwal ulang Komisi II DPR.Sementara Wakil Ketua DPD La Ode Ida menilai terbitnya ampres tersebut menunjukkan bahwa Presiden Yudhoyono tidak konsisten dengan pernyataannya bahwa perlu jeda untuk sementara waktu pemekaran daerah. Pernyataan Presiden Yudhoyono itu beberapa kali disampaikan baik di hadapan sidang paripurna DPD maupun dalam rapat konsultasi dengan pimpinan DPD di Istana Negara beberapa waktu lalu.Menanggapi itu Mardiyanto mengimbau supaya semua pihak berpikir jernih dan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan pemekaran daerah. Pemerintah, kata Mardiyanto, selalu bergerak sesuai aturan yang berlaku.Juru Bicara Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Saut Situmorang secara terpisah mengatakan dengan terbitnya ampres ke-15 RUU pembentukan daerah otonom baru itu terbuka ruang bagi pembahasan sekaligus melihat kesesuaian dari kualifikasi calon daerah otonom yang hendak dibentuk dengan persyaratan yang diatur dalam UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, terutama aturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Baik pemerintah maupun DPR, kata Saut, harus konsisten dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.Menurut dia, dalam PP 78/2007 ada sejumlah syarat dan indikator yang harus dipenuhi oleh calon daerah otonom baru tersebut. Bila indikator-indikator itu tidak bisa dipenuhi, daerah tersebut tidak dapat dimekarkan. Syarat-syarat dan indikator-indikator itu berbeda dengan yang diatur dalam PP 129/2000. “Harus konsisten mengaplikasikan aturan ini, kalau jelek kami katakan jelek dan kalau baik kami katakan baik. Kami akan katakan apa adanya, tidak ada yang dilebihkan dan tidak ada yang dikurangi,” ujar Saut. [A-21]Source: Suara Pembaruan