Terdapat beberapa titik yang mengadakan aksi peringatan 21 Tahun meninggalnya Bapak Theys Hilo Eluay sebagai tokoh perjuangan bangsa Papua tepatnya pada tanggal 10 November. Termasuk salah satu yakni di Kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ). Orasi tersebut diikuti dengan menaikan bendera Bintang Kejora serta membacakan tiga aspirasi yakni:
- Tanggal 10 Novembeer adalah hari yang harus diperingati oleh seluruh orang Papua sebagai tokoh pejuang bangsa Papua
- Negara Indonesia memaksa rakya Papua untuk menerima DOB dan mekarkan tiga provinsi pada tanggal yang sama di isukan bahwa akan melantik PJS di tiga provinsi tersebut. Hal ini merupakan penghianatan Negara Indonesia terhadap rakyat Papua
- Negara Indonesia melalui Komnas HAM RI melakukan dialog versinya Indonesia, mana mungkin PELAKU MENGADILI PELAKU, ini sangan tidak masuk diakal dan MUSTAHIL. Karena masalah Papua bukan masalah Nasional, tetapi masalah Papua menjadi masalah Internasional, sehingga harus diselesaikan pula dengan cara dan mekanisme Internasional
Sebagai bentuk kekecewaan, protes dan penolakan atas kebusukan dan kemunafikan Negara Indonesia terhadap persoalan West Papua. Sehingga hal ini mengundang kehadiran aparat keamanan dalam Hal ini Polisi kemudian di bekap oleh Brimob dan juga dibekap oleh anggota TNI. Menurut Salah satumahasiswa yang tidak ingin namanya disebutkan yaitu “awal rusuh atau kekacauan terjadi ada lemparan batu dari arah luar gedung atau halaman Kampus ke arah mahasiswa yang sedang berkumpul dan berorasi selanjutnya dibalas lagi oleh oknum yang sudah di taruh ditengah-tengah kumpulan mahasiswa yang sedang berorasi. Akibat dari balasan lemparan tersebut terjadi pengejaran, penembakan dan gas air mata ke arah Mahasiswa yang sedang memalang pintu gerbang kampus saat aparat hendak masuk dan juga ada 15 mahasiswa USTJ yang diamankan oleh pihak keamanan”.
Polisi melarang tidak boleh mengambil gambar dan segera di hapus dan tidak boleh ada yang mengakses video maupun Foto ke media sosial. Disitulah terlihat dengan jelas pemukulan dan penyiksaan saat mereka ditangkap, hal ini menunjukan bahwa laporan yang disampaikan oleh Indonesia dalam Universal Periodic Review (UPR) di PBB sangat bertolak belakang terbalik dengan apa yang disampaikan. Menurut Tim Delegasi Indonesia dalam laporan tersebut menyatakan bahwa Indonesia telah berusaha untuk menghindari apa yang disebut dengan kekerasan, termasuk penyiksaan dan kebebasan berekspresi semua sudah berlangsung dengan baik di Papua maupun di Indonesia secara menyeluruh. Dalam hubungan dengan pelanggaran-pelanggaran HAM di Papua sudah semakin baik tetapi kenyataan hari Ini membuktikan bahwa ternyata Ruang demokrasi, kebebasan berpendapat sampai detik ini.
Hari ini terbukti lewat sikap aparat keamanan yang juga merespon reaksi dari para demonstran mahasiwa yang ada didalam Kampus USTJ dengan tindakan kekerasan yang sangat brutal, karena saya hadir ditengah-tengah kondisi itu dan menyaksikan secara langsung. Kehadiran saya sebagai Direktur Esham Papua untuk melihat secara langsung dan membuktikan antara kenyataan dilapangan dengan laporan yang disampaikan oleh Delegasi Indonesia dalam rapat di dewan HAM PBB, semua yang disampaikan ada hal-hal yang kami apresiasi baik misalnya COVID dan pelayanan-pelayanan sosial yang lain tetapi untuk pelanggaran HAM di Indonesia secara khusus pelanggaran HAM di Papua tidak ada banyak perubahan karena kebebasan berekspresi masih tetap di bungkam, tindakan aparat yang berlebihan juga bisa dikategorikan sebagai kekerasan, penyiksaan itu masih berlangsung dan itu fakta lapangan yang kami lihat Secara langsung.
Dengan adanya tim yang di bentuk oleh Presiden RI untuk penyelesaian masalah pelanggaran HAM masa lalu non yudisial ini, semua tidak ada jaminan khusus bagi masyarakat di Papua untuk mendapatkan perlindungan dan dijamin aman didalam kehidupan setiap hari.